Dok: acara dialog FMPK dengan jajaran Bupati Kuningan
Setelah sebelumnya Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) Kabupaten Kuningan diliputi kekecewaan karena audiensi yang dijadwalkan pada Jumat, 29 Agustus 2025 gagal terlaksana akibat ketidakhadiran Bupati, akhirnya ruang dialog antara pemerintah daerah dan masyarakat tercapai. Audiensi susulan berlangsung di Ruang Rapat Linggarjati, Pendopo Bupati Kuningan, Senin malam, 1 September 2025, pukul 20.00 WIB.
Pertemuan ini menjadi titik balik dari dinamika yang sebelumnya penuh ketegangan. Jika pada 29 Agustus FMPK merasa dipermainkan dengan korespondensi yang semrawut dan perubahan jadwal mendadak, kali ini forum berlangsung lebih kondusif. Dialog terbuka membahas problem serius yang menjadi keresahan publik: maraknya komunitas LGBT, peredaran minuman keras, serta obat-obatan terlarang di Kuningan.
Bupati mengakui perlunya langkah cepat dan terukur. Namun, FMPK menekankan agar langkah itu jangan berhenti pada wacana atau seremoni, melainkan diwujudkan dalam kebijakan nyata.
Seluruh peserta audiensi sepakat: penanganan LGBT, miras, dan narkoba tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong. Persoalan ini harus didekati secara holistik — mencakup aspek medis, psikologis, sosial, dan spiritual.
“Banyak korban yang masuk rumah rehabilitasi tidak hanya membawa trauma psikologis, tetapi juga penyakit bawaan, seperti HIV. Jika tidak ada integrasi pendekatan medis, psikoterapi, dan spiritual, hasil rehabilitasi tidak akan optimal,” tegas dr. Indra, perwakilan dari BNN Kuningan.
*Masukan Konkret dan Kesepakatan*
Dari hasil urun rembug, lahir sejumlah masukan dan kesepakatan strategis yang diharapkan bisa segera ditindaklanjuti Pemkab Kuningan:
1. Pendirian Rumah Singgah / Rumah Aman / Rumah Taubat
– Rencana lokasi diusulkan di belakang UPTD PPA, sebagai pusat rehabilitasi sosial dan spiritual bagi korban penyimpangan orientasi seksual maupun pecandu narkoba.
2. Mendorong Partisipasi Publik
– Melibatkan tokoh agama, masyarakat, dan aparat dalam menuntaskan masalah sosial.
3. Regulasi Terkait Penyalahgunaan Narkoba & Perilaku Menyimpang
– Dorongan lahirnya Perda dengan tiga pendekatan: preventif, rehabilitatif, dan represif. Namun, disepakati bahwa perlu dibuat terlebih dahulu naskah akademik sebagai dasar regulasi.
4. Penerapan Kurikulum Budi Pekerti
– Untuk memperkuat pendidikan karakter sejak dini di sekolah-sekolah, pesantren, hingga kampus.
5. Parenting Islami
– Program khusus bagi keluarga untuk memperkuat pondasi akhlak anak melalui pola asuh Islami.
6. Satgas Pengawasan Ruang Publik & Tempat Hiburan Malam
– Mengawasi titik-titik rawan sebagai ruang tumbuhnya perilaku menyimpang.
7. Layanan Konseling dan Rehabilitasi
– Bagi individu yang ingin kembali ke jalur sesuai norma agama dan budaya.
8. Pemberdayaan Pemuda & Ekonomi
– Mengurangi kerentanan generasi muda terhadap narkoba dan miras dengan menyediakan alternatif positif.
9. Gerakan Moral & Spiritual Daerah
– Menghidupkan kembali nilai-nilai religius dan budaya sebagai benteng sosial.
10. Evaluasi Berkala
– Disepakati bahwa upaya ini akan dievaluasi secara rutin setiap 6 bulan sekali.
Meski audiensi melahirkan banyak ide strategis, publik masih menyisakan keraguan: sejauh mana Pemda benar-benar serius? Apakah kesepakatan itu akan masuk ke dalam program kerja resmi, atau sekadar berhenti pada catatan rapat?
Bagi FMPK, kunci keberhasilan bukan pada janji, melainkan realisasi. Mereka menegaskan akan terus mengawal kebijakan dan bahkan siap menggelar aksi jika aspirasi masyarakat kembali diabaikan.
Audiensi malam itu menjadi panggung penting: memperlihatkan bahwa tekanan masyarakat sipil mampu membuka ruang diskusi dengan pemerintah. Namun, PR besar masih menanti: merumuskan kebijakan tegas, mengawal implementasi, dan memastikan Kuningan tidak larut dalam gelombang darurat LGBT, miras, dan narkoba yang kian meresahkan.
“Kuningan harus segera memilih: menutup mata, atau bergerak bersama menyelamatkan generasi,” pungkas Ustadz Luqman wakil FMPK di penghujung audiensi.
(***)