Notification

×

Iklan

Iklan



DPRD Pilar Utama Demokrasi, Antara Fungsi Legislasi Dan Tantangannya

Selasa, 22 April 2025 | April 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-22T17:01:49Z


Oleh : H. Iwan Sonjaya, Politikus Senior Mantan Anggota DPRD 


DPRD merupakan salah satu pilar utama demokrasi. DPRD adalah lembaga terhormat yang “dihuni” hanya oleh beberapa orang terbatas, orang pilihan dan memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan sesuai ketentuan perundang-undangan. Sebagai lembaga terhormat, DPRD harus bebas dari penghuni yang berintegritas rendah, terlebih lagi berjiwa seorang koruptor.  


Negara juga sepertinya sangat sadar, hanya orang-orang yang clear serta berintegritas tinggi yang bisa mewujudkan mandat DPRD sebagai pilar utama demokrasi.  


DPRD sejatinya hadir untuk menjaga keseimbangan pemerintahan di daerah agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebaliknya, DPRD harus memastikan pemerintahan berjalan untuk memberikan perlindungan, keamanan, kenyamanan, serta kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam konteks ini, seorang anggota DPRD memiliki 3 (tiga) fungsi yang melekat kuat pada dirinya, yakni:


Fungsi Anggaran; DPRD harus memastikan proposal anggaran yang diajukan eksekutif benar-benar diperuntukkan untuk pembangunan kesejahteraan bagi masyarakatnya, dan dijamin terdistribusi secara tepat baik dari segi waktu maupun sasaran yang hendak dicapai. DPRD harus mampu memastikan anggaran yang disetujui benar-benar diperuntukkan sesuai fungsinya, dengan memperhatikan aspek rasa keadilan dan kepatutan.


Fungsi Legislasi; DPRD harus mampu memastikan seluruh peraturan daerah sebelum mendapatkan persetujuan bersama dengan DPRD, baik yang diusulkan sendiri berupa hak inisiatif maupun usulan dari eksekutif dapat dipastikan memberi perlindungan sekaligus kemaslahatan bagi masyarakat, bukan sebaliknya menghajar dan menindas masyarakat demi kepentingan tertentu.


Fungsi Pengawasan; DPRD melakukan fungsi pengawasan atas kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan peraturan daerah maupun berbagai kebijakan lainnya. DPRD harus memastikan bahwa seluruh kebijakan yang ditetapkan harus dapat berjalan secara efektif dan sesuai dengan yang diharapkan.


Dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut, DPRD seyogyanya senantiasa melakukan pembahasan atau bahkan melakukan pengawasan atas sebuah kebijakan dan pelaksanaan anggaran secara konfrehensif, tidak hanya menyandarkan pada pengetahuan normatif.  


DPRD sejatinya tidak terjebak pada aspek legalitas prosedural semata dalam menjalankan tupoksinya, meski aspek tersebut juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Secara ideal, apapun yang mesti dilakukan oleh anggota DPRD dalam menjalankan tupoksinya harus dinafasi oleh moralitas atau nilai-nilai yang ideal dan universal.  


Sebagai representasi rakyat yang menjadi spirit (zeitgeist) dari DPRD dalam menjalankan tupoksinya adalah aspek moral yang harus senantiasa berada di garda terdepan dalam batin dan akal masing-masing pimpinan dan anggota DPRD. Hal ini sangat diperlukan ketika anggota DPRD mengimplementasikan dan menjabarkan tupoksinya sesuai peraturan perundangan, ke dalam perilaku sebagai anggota DPRD.


Dengan demikian, seorang anggota DPRD juga harus mampu menjawab manfaat (benefit) apa yang akan ditimbulkan bagi masyarakat atas setiap kebijakan yang dihasilkan. Karena bisa saja misalnya, saat pembahasan APBD, secara legal prosedural tidak ada yang dilanggar, bahkan penetapannya pun sesuai jadwal yang ditetapkan, namun dari aspek moral justru tidak memperlihatkan keberpihakan kepada masyarakat, tidak tepat sasaran, dan tidak memperlihatkan rasa keadilan.


Sebagai contoh misalnya dalam pengawasan DAK Pendidikan, DPRD tidak boleh terjebak ke dalam aspek formal juknis DAK Pendidikan yang tidak secara tegas menyebutkan adanya kewenangan DPRD dalam melakukan pengawasan pelaksanaannya di lapangan. 


Prinsip utama adalah bahwa uang yang dialokasikan untuk proyek DAK sejatinya adalah uang yang dipungut dari hasil keringat rakyat melalui pajak dan retribusi sehingga pelaksanaannya pun harus dipastikan efektif, efisien dan tepat sasaran.  

DPRD sebagai bagian dari unsur pemerintahan daerah juga memiliki kewajiban atas perbaikan kualitas layanan publik termasuk di bidang pendidikan.  


Dalam hal ini, DAK Pendidikan dan Dana BOS adalah sebuah proyek besar yang disiapkan oleh pemerintah pusat untuk menjamin perbaikan kualitas pendidikan di daerah. Kesemuanya tentu harus menjadi fokus dan konsentrasi pengawasan DPRD.


Dalam menjalankan tupoksinya, anggota DPRD harus mematuhi berbagai peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah, termasuk tata tertib yang ditetapkan secara internal.  


Khusus terkait hak keuangan dan administratif, antara lain harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang ditetapkan tanggal 13 Januari 2023 lalu.


Lantas, bagaimanakah dengan kinerja DPRD Kabupaten Kuningan selama ini jika dibandingkan dengan besaran alokasi anggaran yang diarahkan untuk pelayanan sekretariat DPRD, program/kegiatan legislasi anggota dewan, berikut hak keuangan yang diperoleh masing-masing pimpinan maupun anggota dewan setiap tahunnya?  

Sudahkah sebanding dengan peran dan kinerjanya dalam mewakili sekaligus membela kepentingan masyarakat Kabupaten Kuningan?

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, besaran alokasi anggaran untuk DPRD Kabupaten Kuningan secara orang per orang anggota dewan jatuh di kisaran angka Rp 3 Milyar per tahun, atau sekitar Rp 60 Juta per bulan.  


Sementara dari sisi output dan outcome ---mengacu pada data di tahun 2022 lalu, misalnya--- dengan jumlah anggota dewan sebanyak 50 orang (38 laki-laki dan 12 perempuan), tercatat telah menghasilkan 9 buah Peraturan Daerah (Perda), 15 Keputusan DPRD, 18 Keputusan Pimpinan DPRD, serta 398 keputusan rapat-rapat lainnya.


Secara rinci, sepanjang tahun 2022 lalu, DPRD Kabupaten Kuningan telah menyelenggarakan 25 Rapat Paripurna, 24 Rapat Badan Musyawarah, 25 Rapat Panitia Khusus, 26 Rapat Badan Anggaran, 36 Rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah, 12 Rapat Badan Kehormatan, 24 Studi Banding Ke Luar Daerah, 35 Rapat Pimpinan, 398 Rapat Kerja, 215 Rapat Komisi, 42 Penyampaian Aspirasi, serta 1 kali Rapat Tim Perumus.


Sementara itu di sisi lain, muncul adanya tantangan tersendiri yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan bersama-sama dengan DPRD dalam upaya pemulihan ekonomi tahun 2023 yaitu berupa tantangan untuk menjaga masa transisi pandemi Covid-19 menjadi endemi agar dapat berjalan dengan baik, tentu perlu menjadi catatan dan perhatian kita bersama. Demikian pula mengenai pentingnya dukungan infrastruktur yang berkualitas untuk percepatan pemulihan ekonomi Kabupaten Kuningan, serta kewaspadaan atas adanya ketidakpastian perekonomian global yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada kenaikan harga berbagai bahan pangan dan energi yang berpotensi meningkatkan inflasi.


Secara umum, dalam situasi ekonomi yang tertekan karena inflasi, keterbatasan pasokan dan rendahnya daya beli, sudah semestinya DPRD mewakili masyarakat mendorong Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk lebih responsif dan melakukan aktivitas yang berdampak besar, untuk mencapai prioritas baru bagi pembangunan Kabupaten Kuningan secara nyata. Beberapa persoalan seperti ketidakjelasan mega proyek Jalan Lingkar Timur Selatan (JLTS) dan Kuningan Ca’ang, yang menyisakan banyak kebingungan dan pertanyaan di masyarakat.  


Kesemuanya itu belum seberapa dibanding persoalan besar dan panjang yang dihadapi Kabupaten Kuningan selama ini, yakni terkait kemiskinan ekstrim, persoalan pengangguran, dan ketimpangan sosial lainnya.

Pada akhirnya, sudah saatnya DPRD Kabupaten Kuningan menunjukkan marwah dan jati dirinya sebagai wakil rakyat yang sejati. 


Dalam hal ini, berikut adalah beberapa catatan dan rekomendasi yang perlu mendapat perhatian dari segenap pimpinan dan jajaran anggota DPRD Kabupaten Kuningan, antara lain:


DPRD Kabupaten Kuningan seharusnya bisa mengingatkan kepada Bupati beserta seluruh jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan, bahwa dalam perencanaan penyusunan berbagai kebijakan daerah termasuk APBD, SKPD (satuan kerja perangkar daerah) baik penyusun dan perencana maupun pimpinan SKPD, PPKD (pejabat pengelola keuangan daerah) maupun TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), harus benar-benar teliti dan jeli dalam penempatan klasifikasi atau struktur anggaran pendapatan dan belanja.  


Selain itu, dalam menyusun APBD harus benar-benar paripurna dan memprioritaskan kebutuhan yang ada, sehingga tak ada yang terabaikan, terlupakan dan tercecer serta tak tercantum dalam APBD, hal ini dikarenakan untuk melakukan pergeseran anggaran harus melewati dan melalui kebijakan pergeseran anggaran, antara lain: tata cara atau prosedur dan kewenangan (PA, PPKD, Sekretaris Daerah, TAPD, Kepala Daerah, hingga DPRD.


DPRD Kabupaten Kuningan perlu mengingatkan kepada Bupati beserta seluruh jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan, bahwa dalam setiap pengambilan kebijakan khususnya dalam hal pelaksanaan penyelenggaraan pengadaan tanah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan, maka Bupati beserta SKPD terkait harus melakukan pemetaan dengan teliti terkait ketersediaan lahan dalam menunjang program dan kegiatannya secara efektif dan efisien, prioritas kebutuhan, serta memperhatikan output, outcome, serta benificary yang diharapkan bagi masyarakat Kabupaten Kuningan.


DPRD Kabupaten Kuningan perlu senantiasa mengingatkan kepada Bupati Kuningan, bahwa DPRD Kabupaten Kuningan memiliki Hak Interpelasi, yakni hak yang melekat pada anggota DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.  


Berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2019, usulan pengajuan hak interpelasi DPRD dapat disahkan apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri dan disetujui lebih dari 1/2 jumlah Anggota DPRD yang hadir.


Selain Hak Interpelasi, DPRD Kabupaten Kuningan juga memiliki Hak Angket, yakni hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 


Apabila dalam hasil penyelidikan hak angket tersebut ditemukan adanya indikasi tindak pidana, maka DPRD bisa menyerahkan penyelesaian proses tersebut lebih lanjut kepada aparat penegak hukum.


DPRD Kabupaten Kuningan perlu mengingatkan kepada Bupati Kuningan, bahwa DPRD Kabupaten Kuningan bisa menempuh prosedur pemberhentian kepala daerah, dalam hal ini Bupati, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Merujuk pada Pasal 76 dan 78, Bupati bisa diberhentikan bila melakukan sejumlah pelanggaran.  


Pelanggaran tersebut bisa berupa tindakan korupsi hingga melanggar sumpah/ janji jabatan. Pelanggaran sumpah/janji jabatan dimaksud, termasuk pelanggaran berat berupa kesalahan pengambilan kebijakan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif, serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.


DPRD Kabupaten Kuningan perlu mengingatkan kepada Bupati Kuningan, bahwa apabila terdapat pengelolaan anggaran yang menabrak prosedur dan berjalan sendiri tanpa sepengetahuan dan pengawasan DPRD Kabupaten Kuningan, maka DPRD Kabupaten Kuningan berhak mengajukan hak interpelasi maupun hak angket, yang bisa berujung pada langkah impeachment atau pemakzulan Bupati Kuningan dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat.  


Hal tersebut bisa saja terjadi antara lain apabila disinyalir bahwa Bupati Kuningan menggunakan APBD hanya berlandaskan peraturan bupati (Perbup), bukan berlandaskan peraturan daerah (Perda) yang merupa

kan produk bersama Pemerintahan Kabupaten dan DPRD.


×
Berita Terbaru Update