![]() |
Gambar Hanyalah Ilustrasi |
Kuningan RIN -
Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan Selasa 12 Agustus 2025. Telah terbitkan surat larangan penjualan lembar kerja siswa (LKS) di sekolah. yang ditujukan kepada kepala dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten Kuningan, dan kepala satuan pendidikan di Kuningan, melalui surat nomor : 400.3/2603/Disdikbud. Dengan telah di terbitkannya surat larangan tersebut oleh Dr.H.Dian Rachmat Yanuar M.Si. Bupati Kuningan selaku pimpinan daerah yang memiliki tanggung jawab dalam dunia pendidikan. Dipastikan dapat tercapainya dunia pendidikan yang berkualitas di kabupaten Kuningan.
Hal tersebut di utarakan Manap Suharnap ketua Gibas Resort Kabupaten Kuningan Jawabarat menjawab pertanyaan wartawan,Selasa kemarin (12/8/2025)
Menurut manap, keberhasilan pembangunan pendidikan di suatu daerah sangat bergantung pada komitmen dan kinerja bupati dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Lebih lanjut Manap memaparkan bahwa Bupati memiliki wewenang untuk mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di semua tingkatan, mulai dari PAUD hingga pendidikan menengah.
"Bupati memastikan terlaksananya standar pendidikan yang berkualitas, juga bertanggung jawab dalam menangani berbagai masalah pendidikan, seperti pungutan liar (pungli), diskriminasi, dan praktik tidak sehat lainnya yang dapat menghambat kemajuan pendidikan," katanya Manap seperti di lansir dari media Edukadi.com
Menegaskan Manap " keberhasilan Bupati dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada penyelenggaraan dunia pendidikan tentunya harus didukung juga oleh dinas pendidikan dan kebudayaan selaku liding sektor pendidikan pemerintah daerah beserta seluruh kepala satuan pendidikan," ujarnya
Manap menambahkan "dengan telah diterbitkan surat larangan penjualan buku /LKS di sekolah oleh Bupati. Hal tersebut harus menjadi perhatian dan pedoman tentang tidak di benarkannya praktik bisnis penjualan LKS yang melibatkan pihak sekolah apapun dalihnya. Selain itu kepala satuan pendidikan/kepala sekolah di semua jenjang untuk dapat tunduk dan patuh pada berbagai peraturan dan perundang- undangan yang berlaku, baik yang diterbitkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Seperti. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sebagai dasar hukum penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjabarkan lebih rinci tentang standar nasional pendidikan yang telah diatur dalam UU Sisdiknas. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang mengatur berbagai aspek pendidikan, termasuk kurikulum, guru, dan tenaga kependidikan. Juga peraturan daerah (Perda) terkait Pendidikan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan di tingkat daerah."tegasnya
Di tempat terpisah salah satu pengamat dunia pendidikan A, Burhanudin, yang asli kelahiran kota Banjar, pada media ini ,Rabu 13 Agustus 2025, mengatakan ,Larangan peredaran LKS (Lembar Kerja Siswa) di sekolah seringkali tidak dianggap serius, meskipun sudah ada peraturan dan surat edaran yang melarangnya. Beberapa sekolah di Kabupaten lain masih menjual LKS kepada siswa, bahkan dengan dalih kerjasama dengan pihak ketiga atau koperasi sekolah, meskipun seharusnya tidak ada kewajiban membeli LKS.
" Mudah mudahan di kabupaten Kuningan selalau Kondusifitas dan kwalitas pendidikan yang di utamakan,(peserta didik dan guru pendidik..red)," katanya dengan sedikit tersenyum manis
Lebih jauh Pria paruh baya yang mempunyai Dua orang putra yang Dinas di instansi pendidikan di luang lingkup kementrian pendidikan ini, menambahkan Larangan peredaran LKS di sekolah sebenarnya sudah cukup jelas, baik dalam Peraturan Pemerintah (PP) maupun Surat Edaran (SE) dari Bupati atau pemerintah daerah bahkan Disdikbud Kabupaten kota termasuk Kabupaten Kuningan pada 2024 lalu.
PP Nomor 17 Tahun 2010, pasal 18 huruf a, melarang penjualan buku pelajaran, bahan ajar, dan perlengkapan bahan ajar di satuan pendidikan. Dinas Pendidikan juga telah menerbitkan SE yang melarang sekolah menjual LKS kepada siswa.
Namun, kenyataannya, larangan ini seringkali diabaikan. Beberapa sekolah masih menjual LKS, bahkan dengan cara memaksa siswa untuk membeli. Modusnya bisa bermacam-macam, seperti bekerjasama dengan warung atau koperasi sekolah yang menjual LKS dengan harga yang dianggap mahal.
Beberapa alasan yang sering muncul dari pihak sekolah adalah:
Tawaran komisi dari penerbit:
Sekolah mungkin tergoda dengan tawaran komisi dari penerbit buku LKS.
Anggapan bahwa LKS adalah kebutuhan siswa:
Beberapa guru dan kepala sekolah mungkin masih percaya bahwa LKS adalah alat bantu yang penting dalam pembelajaran.
Adanya K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) atau atau organisasi lain yang memperbolehkan:
Beberapa sekolah menganggap K3S memperbolehkan praktik penjualan LKS, meskipun bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Dalih bahwa siswa boleh memilih:
Ada sekolah yang berdalih bahwa siswa tidak dipaksa membeli, namun kenyataannya siswa merasa terbebani untuk membeli.
Akibat dari pengabaian larangan ini, orang tua siswa merasa terbebani karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli LKS. Padahal, seharusnya siswa hanya diwajibkan membeli buku paket yang disediakan oleh sekolah.
Penting untuk diingat bahwa tujuan utama larangan ini adalah untuk melindungi siswa dari beban finansial tambahan dan memastikan pendidikan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Selain itu, LKS bukan satu-satunya sumber belajar, dan materi ajar serta tugas-tugas siswa seharusnya sudah tersedia dalam buku panduan yang dibuat oleh pemerintah.
(Red)